Ekosistem
Estuari dan pesisir pantai
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ekologi estuaria merupakan daerah
atau lingkungan yang merupakan campuran antara air sungai dan air laut,
sehingga mengakibatkan daerah estuaria ini mempunyai air yang bersalinitas
lebih rendah daripada lautan terbuka. Meskipun demikian proses percampuran ini
adalah merupakan pencampuran yang kompleks. Dimana air tawar yang mempunyai
densitas lebih kecil dari air laut cenderung mengembang diatasnya. Pada daerah
estuaria ini juga terdapat fluktuasi perubahan salinitas yang berlangsung
sacara tetap yang berhubungan dengan gerakan air pasang. Massa air yang masuk
kedalam daerah estuaria pada waktu terjadi air surut hanya bersumber dari air
tawar, akibatnya salinitas air didaerah estuaria pada saat itu umumnya rendah.
Pada waktu air pasang air masuk kedalam estuaria dari air laut bercampur dengan
estuaria, sehingga mengakibatkan salinitas naik. Mengakibatkan
organisme-organisme laut tidak dapat hidup didaerah estuaria, kebanyakan
organisme-organisme laut tersebut hanya dapat bertoleransi terhadap perubahan
salinitas yang kecil. Dan akibatnya mereka tidak di bisa hidup didaerah
estuaria. Sebagian besar jenis flora dan fauna yang hidup didaerah estuaria
tersebut adalah organisme yang telah beradaptasi dengan kondisi yang terbatas
didaerah tersebut.
Akibatnya wilayah estuaria tersebut
merupakan suatu tempat yang sulit untuk ditempati, daerah ini bersifat sangat
produktif yang dapat mendukung sejumlah besar biota. Oleh karena itu, umumnya
daerah ini dikatakan bahwa estuaria relatif hanya dapat dihuni oleh beberapa
spesies saja. Pada daerah estuaria ini selain dari turun naiknya salinitas yang
disebabkan oleh air pasang, juga terjadi penurusan salinitas yang bertahap
ketika air dari mulut estuaria (muara sungai) bergerak ke arah sumber mata air
(hulu sungai) sehingga terdapat wilayah dari flora dan fauna yang hidup di
daerah ini.
Estuari merupakan wilayah pesisir semi tertutup yang
mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar
dari daratan. Sebagian besar estuary di dominasi oleh substrat berlumpur yang
merupakan endapan yang di bawa oleh air tawar dan air laut. Perilaku estuari
sangat tergantung pada aksi pasang surut dan aliran sungai, dimana keduanya merupakan
perubahan yang bebas.
Lingkungan estuari umumnya merupakan pantai tertutup atau
semi terbuka ataupun terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang dan
bahkan gundukan pasir dan tanah liat.
Pada daerah-daerah tropis, lingkungan estuari umumnya di
tumbuhi dengan tumbuhan khas yang di sebut Mangrove. Di sinilah banyak terdapat
berbagai jenis hewan serta tumbuhan hidup di dalamnya.
Ekosistem merupakan suatu interaksi
yang kompleks dan memiliki penyusun yang beragam. Komponen penyusun ekosistem:
- Komponen Autotrof, contohnya
tumbuh-tumbuhan hijau
- Komponen Heterotrof, contohnya
manusia, hewan, tanah, air
Pantai adalah wilayah yang menjadi batas antara daratan dan lautan.
Bentuk-bentuk pantai berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan proses
yang ada di wilayah tersebut seperti pengikisan, pengangkutan dan pengendapan
yang disebabkan karena adanya gelombang, arus dan angin yang berlangsung secara
terus menerus sehingga membentuk daerah pantai.Organisme yang hidup di pantai
memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat keras di subtrat keras.
Pesisir adalah wilayah antara batas pasang tertinggi hingga batas
air laut yang terendah pada saat surut. Pesisir dipengaruhi oleh gelombang air
laut. Pesisir juga merupakan zona yang menjadi tempat pengendapan hasil
pengikisan air laut dan merupakan bagian dari pantai. Jadi, Ekosistem Pantai
merupakan ekosistem yang ada di wilayah perbatasan antara air laut dan daratan,
yang terdiri dari komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pantai
terdiri dari tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah pantai, sedangkan komponen
abiotik pantai terdiri dari gelombang, arus, angin, pasir, batuan dan
sebagainya.
B. Tujuan dan manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah antara lain
sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami tentang pengertian dari ekosistem
Estuari dan pesisir pantai.
2. Mengetahui dan memehami mengenai karakteristik
Estuari dan pesisir pantai.
Adapun
penulisan makalah ini diharapkan
mempunyai manfaat bagi semuanya untuk
mengatahui sumber informasi tentang
Ekologi laut tropis, yang nantinya dapat
bermanfaat bagi semuanya dalam mendalami tentang pengatahuan dan mengimplementasikan ilmunya dan peranannya sebagai mahasiswa/i
dalam universitas borneo tarakan.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertia
muara Sungai (Estuaria)
Estuaria
adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga
air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Pickard,
1967). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan
suatu komunitas yang khas, dengan kondisi lingkungan yang bervariasi, antara
lain 1. tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang berlawanan
menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan
ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya. 2.
pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan
khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut. 3.
perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas
mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. 4.
tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air laut,
banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria
tersebut.
Secara umum estuaria mempunyai
peran ekologis penting antara lain :
sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang
surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan
yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari
makanan (feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau
tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan
dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat
pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi,
pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
Aktifitas
yang ada dalam rangka memanfaatkan potensi yang terkandung di wilayah pesisir,
seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan sumberdaya
tersebut justru menurunkan atau merusak potensi yang ada. Hal ini karena
aktifitas-aktifitas tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung,
mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir, melalui perubahan
lingkungan di wilayah tersebut. Sebagai contoh, adanya limbah buangan baik dari
pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini mungkin tidak
mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir di atas, namun
kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya. Logam berat, misalnya
mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove), akan
tetapi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udangudangnya (krustasea) yang
hidup di hutan tersebut (Bryan, 1976).
Parameter Fisika dan Kimia
Kualitas Air
·
Suhu
Suhu
air di daerah estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal
yang lebih besar daripada laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan
air yang datang (pada saat pasang-naik) ke perairan estuaria tersebut kontak
dengan daerah yang substratnya terekspos (Kinne, 1964).
Suhu dan salinitas merupakan parameter-parameter fisika yang
penting untuk kehidupan organisme di perairan laut dan payau. Parameter ini
sangat spesifik di perairan estuaria. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi
organism dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi
dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda
untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu.
·
Salinitas
Salinitas perairan menggambarkan kandungan garam dalam suatu
perairan. Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air
termasuk garam dapur (NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama
yaitu : natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl),
sulfat (SO4) dan bikarbonat (HCO3). Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg
atau promil (0/00) (Effendi, 2003)
Variasi
salinitas di daerah estuaria menentukan kehidupan organism laut/payau.
Hewan-hewan yang hidup di perairan payau (salinitas 0,5-30o/oo), hipersaline
(salinitas 40-80o/oo) atau air garam (salinitas >80o/oo), biasanya mempunyai
toleransi terhadap kisaran salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan
organisme yang hidup di air laut atau air tawar.
· Derajat Keasaman (pH)
Nilai
derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan
basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan
(Saeni, 1989). Sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan
menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).
· Padatan Tersuspensi (TSS)
Padatan
tersuspensi total (total suspended solid) adalah bahan-bahan tersuspensi
(diameter > 1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan
diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad
renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang
terbawa ke badan air (Effendi, 2003).
B. Pesisir pantai
Berbagai istilah berkaitan dengan
penyebutan pantai sering digunakan secara rancu, secara singkat diuraikan
berikut ini untuk memperjelas terminologi yang dimaksud. Suatu pantai
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1)
Pantai berhubungan langsung dengan laut.
2)
Pantai berkedudukan di antara garis air tinggi dan garis air rendah.
3)
Pantai dapat terjadi dari material padu, lepas atau lembek.
4)
Pantai yang bermaterial lepas dengan ukuran kerikil atau pasir disebut
sebagai gisik (beach).
5)
Pantai dapat berelief rendah (datar, berombak, atau bergelombang), namun
dapat pula berelief tinggi (berbukit atau bergunung).
6)
Pantai secara genetik dapat berasal dari bentukan marin, organik, vulkanik,
tektonik, fluviomarin, denudasional, atau solusional.
Pesisir merupakan daerah yang
membentang di pedalaman dari laut, umumnya sejauh perubahan topografi pertama
di permukaan daratan. Pesisir merupakan sebidang lahan tidak lebar tidak tentu
yang membentang dari garis pantai ke arah pedalaman hingga perubahan besar
pertama kali pada kenampakan lapangan. Pesisir merupakan mintakat
fisoografis yang relatif luas, membentang sejauh ratusan kilometer di sepanjang
garis pantai dan seringkali beberapa kilometer ke arah pedalaman dari pantai.
Pengertian lain menyebutkan pesisir merupakan sebidang lahan yang membentang di
pedalaman dari garis pesisir sejauh pengaruh laut, yang dibuktikan pada bentuk
lahannya.
Garis pesisir adalah garis yang
membentuk batas antara pesisir dan pantai. Garis pesisir membatasi
pesisir dan pantai yang kedudukannya relatif tetap, garis pesisir akan berimpit
dengan garis pantai saat terjadi pasang tertinggi atau gelombang yang relatif
besar. Untuk mengidentifikasi pesisir harus terlebih dahulu disamakan
cara pandang atau pendekatan yang digunakan Secara geomorfologis pesisir
dapat diidentifikasi dari bentuklahannya yang secara genetik berasal dari
proses marin, fluviomarin, organik, atau aeoiomarin. Secara biologi,
karakteristik pesisir dapat diketahui dari persebaran ke arah darat biota
pantai, baik persebaran vegetasi maupun persebaran hewan pantai. Secara
klimatologi, karakteristik pesisir ditentukan berdasarkan pengaruh angin
laut. Secara hidrologi, karakteristik pesisir ditentukan seberapa jauh
pengaruh pasang air laut yang masuk ke darat.
Ekosistem pantai
letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut.
Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme
yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat
di substrat keras.
Daerah paling atas
pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa
jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan
burung pantai.
Daerah tengah pantai
terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang,
porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora,
kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
Daerah pantai
terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam
invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Jenis-jenis Ekosistem
Pesisir Pantai meliputi :
1.
Pantai berlumpur
Jika pantai berlumpur dilihat
dengan menggunakan foto udara kawasan delta di pantai Utara Jawa Tengah.
Kenampakan yang didapatkan meliputi rataan lumpur, dataran delta, tanggul
fluvio deltaik. Rataan lumpur ada di sepanjang aliran muara, dataran
delta muncul pada ujung-ujung muara yang menghambat aliran air sungai sehingga
muara-muaranya membentuk percabangan baru. Disamping kenampakan tersebut
terdapat tanggul fluvio deltaik dengan kenampakan yang lebih cerah tapi kadang
telah ditumbuhi vegetasi sehingga tidak begitu tampak nyata. Tidak dapat
diidentifikasi rataan pasutnya, karena foto yang ada merupakan waktu yang
bersamaan. Delta yang terbentuk memanjang, menandakan bahwa energi
darat lebih kuat dari pada energi gelombang maupun pasut. Arti penting
delta diantaranya adalah merupakan gerbang perpindahan species aquatik,
terutama dalam menjalani siklus reproduksi. Merupakan tempat berlindung,
bertelur dan membesarkan anak. Merupakan area yang kaya nutrisi, banyak
jenis tumbuhan marin dan pantai. Daerah estuarinya memiliki produktivitas
yang tinggi dalam menunjang perikanan. Merupakan daerah yang kaya mineral
dan minyak.
Pantai
berlumpur banyak terbentuk pada kawasan yang landai dan sering berasosiasi
dengan ekosistem mangrove dan lamun. Kadang sulit dibedakan antara pantai
berlumpur dengan pantai berpasir landai, karena pantai berpasir landai
cenderung tersusun oleh pasir halus yang dapat bercampur lumpur.
2.
Pantai berpasir :
Pada foto udara dari arah laut tampak warna hitam
disusul segaris warna putih yang merupakan kenampakan ombak pecah dan disusul
dengan kenampakan abu-abu yang merupakan pasir basah. Semakin ke atas kenampakan bergradasi menjadi warna abu-abu cerah.
terdiri dari bura, gisik, beting gisik, swalle. Bura terdapat langsung di
sekitar batas warna putih (hempasan ombak), disusul gisik dengan kenampakan
abu-abu cerah, merupakan area terbuka dengan arah memanjang berbatasan dengan
beting gisik. Gisik berbatasan dengan beting gisik dan swalle yang
tersusun di jalur berikutnya ke arah darat, dengan kenampakan abu-abu cerah
hingga keputih-putihan. Pada jalur berikutnya kadang terbentuk
gumuk-gumuk pasir yang merupakan hasil aktifitas marin-aeolin. Kenampakan
abu-abu cerah, tapi tidak selalu demikian karena kadang telah ditumbuhi
vegetasi.
Sebagian besar pantai di wilayah
tropis adalah pantai berpasir. Pantai berpasir secara ekologis penting sebagai
habitat dari berbagai macam organisme, termasuk kepiting dan burung, dan pada
beberapa lokasi berfungsi sebagai tempat bertelur bagi penyu. Pantai berpasir
dapat memiliki nilai ekonomi yang tinggi, karena banyak dari pantai ini
merupakan kawasan rekreasi yang penting.
Pantai berpasir juga banyak
digunakan oleh perahu-perahu ikan dan berbagai aktivitas perikanan sebagai
landasan (base) atau lokasi kegiatan. Minyak umumnya akan terakumulasi pada
permukaan sedimen di kawasan antara-pasang-surut (intertidal), dan dapat
menimbulkan dampak pada organisme –organisme termasuk burung-burung dan penyu
yang mendarat di pantai.
Minyak juga dapat masuk kedalam
lapisan bawah permukaan, tingkat penetrasi ini dipengaruhi oleh ukuran butir sedimen,
tingkat penterasi air, kekentalan minyak, dan keberadaan lubang jejak-jejak
jalan kepiting atau cacing.
Penetrasi minyak kedalam pasir
kuarsa lebih besar dibanding pasir halus, sementara kemungkinan penetrasi
minyak kedalam sedimen yang memiliki lubang jalan air lebih kecil dibanding
sedimen yang kering. Minyak ringan dapat melakukan penetrasi dengan mudah,
sedang minyak yang kental cenderung tetap berada pada permukaan.
Minyak yang masuk kedalam lubang
jejak-jejak jalan kepiting atau cacing dapat mengakibatkan dampak kematian pada
kepiting atau cacing yang hidup dalam lubang-lubang tersebut. Minyak yang tetap
berada pada atau sekitar permukaan pasir dan minyak yang terkena aksi gelombang
yang besar tidak akan tinggal pada pantai berpasir dalam jangka waktu lama,
namun minyak yang berada di lapisan bawah pemrukaan dapat tetap tinggal hingga
beberapa tahun, kecuali dibersihkan secara mekanis.
Sedimen minyak yang terangkat
dari permukaan pantai berpasir oleh aksi gelombang dapat terbawa dan terendapkan
pada kawasan yang lebih kearah lepas pantai, dimana minyak dapat memberi dampak
pada organisme di dasar perairan. Kandungan minyak hidrokarbon pada daging
kerang telah terdeteksi dari beberapa kasus tumpahan minyak, khususnya pada
kawasan teluk yang landai.
Dampak ini cenderung tidak
terjadi pada pantai yang terbuka, dimana sedimen terkontaminasi minyak dapat
tersebar dan terendapkan dalam lingkungan kawasan yang lebih luas.
BAB III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Estuaria
Estuaria
adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut
terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Secara sederhana estuaria
didefinisikan sebagai tempat pertemuan air tawar dan air asin (Nybakken, 1988).
Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan
endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut.
Estuaria
adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga
laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Bengen, 2002,
Pritchard, 1976). Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilakan
suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi (Supriharyono,
2000), antara lain:
1) Tempat bertemunya arus air dengan
arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada
sedimentasi, pencampuran air dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa
pengaruh besar pada biotanya.
2) Pencampuran kedua macam air tersebut
menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air
sungai maupun air laut.
3) Perubahan yang terjadi akibat adanya
pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis
dengan lingkungan sekelilingnya.
4) Tingkat kadar garam didaerah
estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan
arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.
Estuaria
dapat diklasifikasikan berdasarkan pada karakteristik, diantaranya:
1) Geomorfologis: lembah sungai
tergenang, estuaria jenis fyord, estuaria bentukan tanggul dan estuaria
bentukan tektonik.
a. Estuaria daratan pesisir, paling
umum dijumpai, dimana pembentukannya terjadi akibat penaikan permukaan air laut
yang menggenangi sungai bagian pantai yang landai
b. Laguna (Gobah) atau teluk semi
tertutup, terbentuk oleh adanya beting pasir yang terletak sejajar dengan garis
pantai sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan perairan
laut.
c. Fyords, merupakan estuaria yang
dalam, terbentuk oleh aktivitas glester yang mengakibatkan tergenangnya lembah
es oleh air laut
d. Estuaria tektonik, terbentuk akibat
aktivitas tektonik (gempa bumi atau letusan gunung berapi), yang mengakibatkan
turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh air laut pada saat
pasang.
Variasi salinitas di daerah estuaria
menentukan kehidupan organisme laut/payau. Hewan-hewan yang hidup di perairan
payau (salinitas 0,5 - 30¡ë), hipersaline (salinitas 40 - 80¡ë), atau
air garam (salinitas > 80¡ë), biasanya mempunyai toleransi terhadap kisaran
salinitas yang lebih besar dibandingkan dengan organisme yang hidup di air laut
atau air tawar (Supriharyono, 2000). Organisme yang dapat tahan terhadap
konsentrasi garam mulai dari air berkristal dalam kondisi kehidupan latent
(benih, spora, cysta), dan mulai dari air destilata sampai salinitas
hampir mencapai 300¡ë dalam kondisi kehidupan yang aktif (Ruinen, dalam
Supriharyono, 2000a).
Terdapat beberapa spesies yang dapat
bertahan hidup pada salinitas di atas 200¡ë seperti brine shrimp, Artemia
salina dan larva dipteran, Ephydra (Remane dan Schlieper dalam
Kinne, 1964). Pada estuaria Laguna Madre, terdapat paling sedikit 25
spesies hewan yang tahan pada salinitas sekitar 75 - 80¡ë. Beberapa diantara
spesies tersebut seperti Nemopsis bacheri, Acartia tonsa, Balanus
eburneus, dan beberapa jenis ikan juga dijumpai pada salinitas serendah 15
¡ë (Hedgpeth, 1967).
Hewan-hewan yang toleran pada kisaran
salinitas yang luas disebut euryhaline, sedangkan yang toleran pada
kisaran salinitas yang sempit disebut stenohaline (Kinne, 1964).
Pengaruh salinitas terhadap organisme dapat terjadi melalui perubahan-perubahan
total osmocon-sentration, relatif proporsi kandungan garam, koefisien
absorpsi dan saturation gas-gas terlarut, densitas dan viskositas, dan
kemungkinan juga melalui absorpsi radiasi, transmisi suara, dan konduktivitas
listrik (Kinne, 1967).
Jumlah spesies organisme yang mendiami
estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di
perairan tawar dan laut. Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh
fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan
fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria. Selain miskin dalam jumlah
spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora.
Keruhnya perairan estuaria menyebabkan
hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi. Rendahnya produktivitas
primer di kolom air, sedikitnya herbivora dan terdapatnya sejumlah besar
detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada ekosistem estuaria merupakan
rantai makanan detritus. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri
dan algae yang kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan
suspensi dan detritus.
Suatu penumpukan bahan makanan yang
dimanfaatkan oleh organisme estuaria merupakan produksi bersih dari detritus
ini. Fauna di estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang, dan berbagai jenis
cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang
kompleks (Bengen, 2002).
2) Sirkulasi dan stratifikasi air:
a. Stratifikasi tinggi atau estuaria
baji garam, dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air
asin
b. Tercampur sebagian merupakan tipe
yang paling umum dijumpai. Pada estuaria ini aliran air tawar dari sungai
seimbang dengan air laut yang masuk melalui arus pasang. Pencampuran ini dapat
terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh aksi
pasang surut.
c. Tercampur sempurna. Estuaria jenis
ini terjadi di lokasi-lokasi dimana arus pasang-surut sangat dominan dan kuat.
Berdasarkan salinitas ( kadar garamnya ), estuaria dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu :
·
Oligohalin
yang berkadar garam rendah (0,5% – 3 %)
·
Mesohalin yang berkadar garam sedang (3% – 17 %)
·
Polihalin yang
berkadar garam tinggi, yaitu diatas 17 %
1. Kondisi Lingkungan
Perpaduan antara beberapa sifat
fisik estuaria mempunyai peranan yang penting terhadapa kehidupan biota
estuaria. Beberapa sifat yang penting antara lain:
a. Salinitas.
Estuaria memiliki gradien salinitas
yang bervariasi, terutama bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air
laut melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi
organisme, tetapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga menangkal
predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas
rendah.
b. Substrat.
Sebagian besar estuaria didominasi
oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang dibawa melalui air tawar
(sungai) dan air laut. Sebagian besar lumpur estuaria bersifat organik,
sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi
cadangan makanan yang penting bagi organisme estuaria
c. Sirkulasi air.
Selang waktu mengalirnya air dari
sungai ke dalam estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang surut
menciptakan suatu gerakan dan transpor air yang bermanfaat bagi biota estuaria,
khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air
d. Pasang surut.
Arus pasang surut berperan sebagai pengangkut
zat hara dan plankton. Disamping itu arus ini juga berperan untuk mengencerkan
dan menggelontorkan limbah yang sampai si estuaria.
e. Penyimpanan zat hara.
Peranan estuaria sebagai penyimpanan
zat hara sangat besar. Pohon mangrove dan lamun serta ganggang lainnya dapat
mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan organik yang akan
digunakan kemudian oleh organisme hewani.
Dengan
kondisi lingkungan fisik yang bervariasi dan merupakan daerah peralihan
antara darat
dan laut, estuaria mempunyai pola pencampuran air laut dan air tawar
yang
tersendiri.
Menurut (Kasim, 2005), pola pencampuran sangat
dipengaruhi oleh sirkulasi air, topografi , kedalaman dan pola pasang surut
karena dorongan dan volume air akan sangat berbeda khususnya yang bersumber
dari air sungai. Berikut pola pencampuran antara air laut dengan air tawar:
1. Pola dengan dominasi air laut (Salt
wedge estuary) yang ditandai dengan desakan dari air laut pada lapisan
bawah permukaan air saat terjadi pertemuan antara air sungai dan air laut.
Salinitas air dari estuaria ini sangat berbeda antara lapisan atas air dengan
salinitas yang lebih rendah dibanding lapisan bawah yang lebih tinggi.
- Pola percampuran merata antara
air laut dan air sungai (well mixed estuary). Pola ini ditandai
dengan pencampuran yang merata antara air laut dan air tawar sehingga
tidak terbentuk stratifikasi secara vertikal, tetapi stratifikasinya dapat
secara horizontal yang derajat salinitasnya akan meningkat pada daerah
dekat laut.
- Pola dominasi air laut dan pola
percampuran merata atau pola percampuran tidak merata (Partially mixed
estuary). Pola ini akan sangat labil atau sangat tergantung pada
desakan air sungai dan air laut. Pada pola ini terjadi percampuran air
laut yang tidak merata sehingga hampir tidak terbentuk stratifikasi
salinitas baik itu secara horizontal maupun secara vertikal.
- Pada beberapa daerah estuaria
yang mempunyai topografi unik, kadang terjadi pola tersendiri yang lebih
unik. Pola ini cenderung ada jika pada daerah muara sungai tersebut
mempunyai topografi dengan bentukan yang menonjol membetuk semacam lekukan
pada dasar estuaria. Tonjolan permukaan yang mencuat ini dapat
menstagnankan lapisan air pada dasar perairan sehingga, terjadi stratifikasi
salinitas secara vertikal. Pola ini menghambat turbulensi dasar yang
hingga salinitas dasar perairan cenderung tetap dengan salinitas yang
lebih tinggi.
2.
Peranan
Ekosistem estuaria
Produktifitas estuaria, pada
kenyataannya bertumpu atas bahan-bahan organik yang terbawa masuk estuaria
melalui aliran sungai atau arus pasang surut air laut. Produktifitas primernya
sendiri, karena sifat-sifat dinamika estuaria sebagaimana telah diterangkan di
atas dan karena kekeruhan airnya yang berlumpur, hanya dihasilkan secara
terbatas oleh sedikit jenis alga, rumput laut, diatom bentik dan fitoplankton.
Meski demikian, bahan-bahan organik
dalam rupa detritus yang terendapkan di estuaria membentuk substrat yang
penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri, yang kemudian menjadi sumber makanan
bagi tingkat-tingkat trofik di atasnya. Banyaknya bahan-bahan organik ini
dibandingkan oleh Odum dan de la Cruz (1967, dalam Nybakken 1988) yang
mendapatkan bahwa air drainase estuaria mengandung sampai 110 mg berat kering bahan
organik per liter, sementara perairan laut terbuka hanya mengandung bahan yang
sama 1-3 mg per liter.
Oleh sebab itu, organisme terbanyak
di estuaria adalah para pemakan detritus, yang sesungguhnya bukan menguraikan
bahan organik menjadi unsur hara, melainkan kebanyakan mencerna bakteri dan
jasad renik lain yang tercampur bersama detritus itu. Pada gilirannya, para
pemakan detritus berupa cacing, siput dan aneka kerang akan dimakan oleh udang
dan ikan, yang selanjutnya akan menjadi mangsa tingkat trofik di atasnya
seperti ikan-ikan pemangsa dan burung.
Melihat banyaknya jenis hewan yang
sifatnya hidup sementara di estuaria, bisa disimpulkan bahwa rantai makanan dan
rantai energi di estuaria cenderung bersifat terbuka. Dengan pangkal pemasukan
dari serpih-serpih bahan organik yang terutama berasal dari daratan (sungai,
rawa asin, hutan bakau), dan banyak yang berakhir pada ikan-ikan atau burung
yang kemudian membawa pergi energi keluar dari sistem.
3. Komposisi Biota dan Produktifitas
Hayati
Di estuaria terdapat tiga komponen
fauna, yaitu fauna laut, air tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar
didominasi oleh fauna laut yaitu hewan stenohalin yang terbatas
kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas dan hewan euryhalin
yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas yang lebar.
Komponen air payau terdiri dari spesies organisme yang hidup di pertengahan
daerah estuaria pada salinitas antara 5-300/00. Spesies-spesies
ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air tawar
biasanya terdiri dari yang tidak mampu mentoleril salinitas di atas 5 dan hanya
terbatas pada bagian hulu estuaria. Ciri khas estuaria cenderung lebih
produktif daripada laut ataupun air tawar. Estuaria adalah ekosistem yang miskin
dalam jumlah spesies fauna dan flora. Faunanya: ikan, kepiting, kerang dan
berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai
makanan yang kompleks. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri
dan alga dan kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan
suspensi dan detritus.
Secara fisik
dan biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif karena:
a) Estuaria yang berperan sebagai jebak
zat hara yang cepat di daur ulang
b) Beragamnya komposisi tumbuhan di estuaria baik tumbuhan
makro (makrofiton) maupun tumbuhan mikro (mikrofiton), sehingga
proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun.
c) Adanya fluktuasi permukaan air terutama akibat aksi
pasang-surut, sehingga antara lain memungkinkan pengangkutan bahan makanan dan
zat hara yang diperlukan berbagai organisme estuaria.
Kolam air di estuaria merupakan
habitat untuk plankton dan nekton.Di dasar perairan hidup mikro dan makro
bentos. Setiap kelompok organisme dalam habitatnya menjalankan fungsi
biologisnya masing-masing. Antara satu kelompok organisme terjalin jaringan
trofik (rantai makanan) sehingga membentuk jaringan jala makanan. Jumlah
spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan
dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Sediktnya jumlah
spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga
hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di
estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin dalam
flora. Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat
tumbuh mendominasi. Rendahnya produktifitas primer di kolam air, sedikitnya
herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai
makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus (Bangen,
2002).
Karakteristik
( ciri – ciri ) ekosistem estuaria adalah sebagai berikut :
ü Keterlindungan
Estuaria merupakan perairan semi
tertutup sehingga biota akan terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan
tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan
menetap di dasar perairan.
ü Kedalaman
Kedalaman estuaria relatif dangkal
sehingga memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan
akuatik dapat berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan
penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya
predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).
ü Salinitas air
Air tawar menurunkan salinitas
estuaria dan mendukung biota yang padat.
ü Sirkulasi air
Perpaduan antara air tawar dari
daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan
transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu
plankton.
ü Pasang
Energi pasang yang terjadi di
estuaria merupakan tenaga penggerak yang penting, antara lain mengangkut zat
hara dan plangton serta mengencerkan dan meggelontorkan limbah.
ü Penyimpanan dan pendauran zat hara
Kemampuan menyimpan energi daun
pohon mangrove,lamun serta alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai
bahan organik untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
4.
Tipe-tipe Estuari
Pembagian
tipe-tipe estuari dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu, kekuatan gelombang,
pasang surut dan keberadaan sungai. Kuat lemahnya ketiga faktor ini tergantung
dari bentuk geomorfologinya.
Secara umum tipe-tipe estuari dapat
dibagi menjadi tujuh tipe, yaitu:
- Embayments and drown river
valleys (Teluk dengan sungai dari lembah bukit)
- Wave-dominated estuaries
(Estuari dengan dominasi gelombang)
- Wave-dominated deltas (Delta
dengan dominasi gelombang)
- Coastal lagoons and
strandplains (Lagun dengan hamparan tanah datar)
- Tide-dominated estuaries
(Estuari dengan dominasi pasang surut)
- Tide-dominated deltas (Delta
dengan dominasi pasang surut)
- Tidal creeks (Daerah pasang
surut dengan banyak anak sungai)
5.
Biota Estuari
Sebagai wilayah peralihan atau
percampuran, estuaria memiliki tiga komponen biota, yakni fauna yang berasal
dari lautan, fauna perairan tawar, dan fauna khas estuaria atau air payau.
Fauna lautan yang tidak mampu
mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai
terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya
masih berkisar di atas 30‰. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin)
mampu masuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun
hingga 15‰ atau kurang.
Sebaliknya fauna perairan tawar
umumnya tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5‰, sehingga penyebarannya
terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.
Fauna khas estuaria adalah
hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30‰, namun tidak
ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut.
Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia),
siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di
samping itu terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yang berada di
estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa jenis udang Penaeus, misalnya,
menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi ke laut
ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan salem (Salmo,
Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam perjalanannya dari
hulu sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan
lain, dari golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria
untuk mencari makanan (Nybakken, 1988).
Akan tetapi sesungguhnya, dari segi
jumlah spesies, fauna khas estuaria adalah sangat sedikit apabila dibandingkan
dengan keragaman fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan. Umpamanya
dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang lamun, yang mungkin
berdampingan letaknya dengan estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi
kondisi lingkungan, terutama salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang
hanya menyediakan sedikit relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap
terbatasnya fauna khas setempat.
6. Rantai Makanan di Estuaria
Rantai makanan adalah perpindahan
energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui
jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan
energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah
dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin
pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia.(Anonim,2010)
Pada ekosistem estuaria dikenal 3 (tiga ) tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau bagaimana makanan tersebut dikonsumsi : grazing, detritus dan osmotik. Fauna diestuaria, seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang kompleks (Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Pada ekosistem estuaria dikenal 3 (tiga ) tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau bagaimana makanan tersebut dikonsumsi : grazing, detritus dan osmotik. Fauna diestuaria, seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang kompleks (Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Ada dua tipe dasar rantai makanan:
1. Rantai makanan rerumputan (grazing
food chain). Misalnya: tumbuhan-herbivora-carnivora.
2. Rantai makanan sisa (detritus food
chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora = organisme pemakan sisa)
predator.
Suatu rantai adalah suatu pola yang kompleks saling
terhubung, rantai makanan di dalam suatu komunitas yang kompleks antar
komunitas, selain daripada itu, suatu rantai makanan adalah suatu kelompok
organismE yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya (yaitu.,
cahaya matahari, phytoplankton, zooplankton, larval ikan, kecil ikan, ikan besar,
binatang menyusui). Jenis dan variasi rantai makanan adalah sama banyak seperti
jenis/spesies di antara mereka dan tempat kediaman yang mendukung mereka.
Selanjutnya, rantai makanan dianalisa didasarkan pada pemahaman bagaimana
rantai makanan tersebut memperbaiki mekanisme pembentukannya. Ini dapat lebih
lanjut dianalisa sebab bagaimanapun jenis tunggal boleh menduduki lebih dari
satu tingkatan trophic di dalam suatu rantai makanan. (Johannessen et al, 2005)
Dalam bagian ini, diuraikan tiga
bagian terbesar dalam rantai makanan yaitu: phytoplankton, zooplankton, dan
infauna benthic. Sebab phytoplankton dan zooplankton adalah komponen rantai
makanan utama dan penting, dimana bagian ini berisi informasi yang mendukung
keberadaan organisme tersebut. Sedangkan, infauna benthic adalah proses yang
melengkapi pentingnya rantai makanan di dalam ekosistem pantai berlumpur.
Selanjutnya, pembahasan ini penekananya pada bagaimana mata rantai antara
rantai makanan dan tempat berlindungnya (tidal flat; pantai berlumpur).(Johannessen
et al, 2005)
Keruhnya perairan estuaria
menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi. Rendahnya
produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora dan terdapatnya
sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada ekosistem
estuaria merupakan rantai makanan detritus. Detritus membentuk substrat untuk
pertumbuhan bakteri dan algae yang kemudian menjadi sumber makanan penting bagi
organisme pemakan suspensi dan detritus. Suatu penumpukan bahan makanan yang dimanfaatkan
oleh organisme estuaria merupakan produksi bersih dari detritus ini. Fauna di
estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang, dan berbagai jenis cacing berproduksi
dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks (Bengen, 2002).
Sebagai lingkungan perairan yang
mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar, estuary menyimpan berjuta
keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan perairan ini adalah
hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas tersebut. Dan yang paling
penting adalah lingkungan perairan estuary merupakan lingkungan yang sangat
kaya akan nutrient yang menjadi unsure terpenting bagi pertumbuhan
phytoplankton. Inilah sebenarnya kunci dari keunikan lingkungan estuary.
Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrient) estuary di kenal
dengan sebutan daerah pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan,
invertebrate (Crustacean, Bivalve, Echinodermata, annelida dan masih banyak
lagi kelompok infauna). Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan ekonomis penting
seperti siganus, baronang, sunu dan masih banyak lagi menjadikan daerah estuari
sebagai daerah pemijahan dan pembesaran.
Pada kawasan-kawasan subtripic
sampai daerah dingin, fungsi estuary bukan hanya sebagai daerah pembesaran bagi
berjuta hewan penting, bahkan menjadi titik daerah ruaya bagi jutaan jenis
burung pantai. Kawasan estuary di gunakan sebagai daerah istrahat bagi
perjalanan panjang jutaan burung dalam ruayanya mencari daerah yang ideal untuk
perkembanganya. Disamping itu juga di gunakan oleh sebagian besar mamalia dan
hewan-hewan lainnya untuk mencari makan.
Jumlah spesies organisme yang
mendiami estuaria jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang
hidup di perairan tawar dan laut. Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan
oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki
kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria. Selain miskin
dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora.
Pada ekosistem estuaria dikenal 3
(tiga ) tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau
bagaimana makanan tersebut dikonsumsi : grazing, detritus dan osmotik. Fauna
diestuaria, seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing
berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang
kompleks
7. Adaptasi Organisme Estuaria
Variasi sifat habitat estuaria,
terutama dilihat dari fluktuasi salinitas dan suhu, membuat estuaria menjadi
habitat yang menekan dan keras. Bagi organisme, agar dapat hidup dan berhasil
membentuk koloni di daerah ini mereka harus memilki adaptasi tertentu. Adaptasi
tersebut antara lain:
a) Adaptasi morfologis: organisme yang
hidup di lumpur memiliki rambut-rambut halus untuk menghambat penyumbatan
permukaan ruang pernafasan oleh partikel lumpur;
b) Adaptasi fisiologis: berkaitan
dengan mempertahankan keseimbangan ion cairan tubuh;
c) Adaptasi tingkah laku: pembuatan
lubang ke dalam lumpur organisme khususnya avertebrata.
Kebanyakan organisme yang menempati daerah ini menunjukkan
adaptasi dalam menggali dan melewati substrat yang lunak atau menempati saluran
yang permanen dalam substrat. Dikarenakan pantai lumpur juga agak tandus, hal
ini dapat dilihat dari sedikitnya organisme yang menempati permukaan daratan
lumpur. Kehadiran organisme di pantai berlumpur ditunjukkan oleh adanya
berbagai lubang di permukaan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda. Jadi, salah
satu adaptasi utama dari organisme di daratan lumpur adalah kemampuan untuk
menggali substrat atau membentuk saluran yang permanen.
Adaptasi utama yang kedua berkaitan dengan kondisi anaerobik yang merata di seluruh substrat. Jika organisme ingin tetap hidup ketika terkubur dalam substrat, mereka harus beradaptasi untuk hidup dalam keadaan anaerobik atau harus membuat beberapa jalan yang dapat mengalirkan air dari permukaan yang mengandung banyak oksigen ke bawah. Untuk mendapatkan air dari permukaan yang kaya oksigen dan makanan maka muncul berbagai lubang dan saluran di permukaan daratan lumpur. Adaptasi yang umum terhadap rendahnya ketersediaan oksigen adalah dengan membentuk alat pengangkut (misalnya, hemoglobin) yang dapat terus-menerus mengangkut oksigen dengan konsertasi yang lebih baik dibandingkan dengan pigmen yang sama pada organisme lain. (Nybakken, 1982)
Adaptasi utama yang kedua berkaitan dengan kondisi anaerobik yang merata di seluruh substrat. Jika organisme ingin tetap hidup ketika terkubur dalam substrat, mereka harus beradaptasi untuk hidup dalam keadaan anaerobik atau harus membuat beberapa jalan yang dapat mengalirkan air dari permukaan yang mengandung banyak oksigen ke bawah. Untuk mendapatkan air dari permukaan yang kaya oksigen dan makanan maka muncul berbagai lubang dan saluran di permukaan daratan lumpur. Adaptasi yang umum terhadap rendahnya ketersediaan oksigen adalah dengan membentuk alat pengangkut (misalnya, hemoglobin) yang dapat terus-menerus mengangkut oksigen dengan konsertasi yang lebih baik dibandingkan dengan pigmen yang sama pada organisme lain. (Nybakken, 1982)
Ø
Tipe Organisme
Pantai berlumpur sering menhasilkan suatu pertumbuhan yang
besar dari berbagai tumbuhan. Di atas daratan lumpur yang kosong, tumbuhan yang
paling berlimpah adalah diatom, yang hidup di lapisan permukaan lumpur dan biasanya
menghasilkan warna kecoklatan pada permukaan lumpur pada saat terjadi
pasang-turun. Tumbuhan lain termasuk makroalga, Glacilaria, Ulva, dan
Enteromorpha. Pada daerah lain, khusus pada pasut terendah hidup berbagai
rumput laut, seperti Zostera.
Daratan berlumpur mengandung sejumlah besar bakteri, yang
memakan sejumlah besar bahan organik. Bakteri ini merupakan satu-satunya
organisme yang melimpah pada lapisan anaerobikdi pantai berlumpurdan membentuk
biomassa yang berarti. Bakteri ini dinamakan Bakteri Kemosintesis atau Bakteri
Sulfur, bakteri ini mendapatkan energi dari hasil oksidasi beberapa senyawa
sulfur yang tereduksi, seperti berbagai sulfida (misalnya, H2S). Mereka
menghasilkan bahan organik dengan menggunakan energi yang didapat dari oksidasi
senyawa sulfur yang tereduksi, berbeda dengan tumbuhan yang menghasilkan bahan
organik menggunakan energi matahari.
Karena bakteri ototrofik ini berlokasi di lapisan anaerobik
di lumpur, maka daratan lumpur merupakan daerah yang unik di lingkungan laut,
mereka mempunyai dua lapisan yang berbeda di mana produktivitas primer terjadi,
daerah tempat diatom, alga, dan rumput lautmelakukan fotosintesis, dan lapisan
dalam tempat bakteri melakukan kemosintesis. Mahluk dominan yang terdapat pada
daratan lumpur, yaitu cacing polichaeta, moluska bivalvia, dan krustacea besar
dan kecil, tetapi dengan jenis yang berbeda. (Nybakken, 1982)
Ø
Phytoplankton
Pertumbuhan phytoplankton di wilayah pantai estuaria
berlumpur diatur dengan suatu interaksi antara matahari, hujan, bahan gizi, dan
gerakan massa air, serta convergensi yang di akibatkan oleh arus laut. Sampai
jumlah tertentu produksi phytoplankton tergantung pada cuaca, dengan
pencampuran dan stratifikasi kolom air yang mengendalikan produktivitas utama.
Percampuran massa air vertikal yang kuat mempunyai suatu efek negatif terhadap
produktivitas, dengan mengurangi perkembangan phytoplankton maka terjadi
penambahan energi itu sendiri dan penting bagi fotosintesis. Bagaimanapun,
pencampuran vertikal adalah juga diuntungkan karena proses penambahan energi,
yang membawa bahan gizi (nutrient) dari air menuju ke permukaan di mana mereka
dapat digunakan oleh phytoplankton.
Ø
Zooplankton dan Heterotrophs Lain
Zooplankton dan heterotrophs lain (suatu tingkatan organisma
trophic sekunder yang berlaku sebagai consumer utama organik) di dalam kolom
air mengisi suatu relung ekologis penting sebagai mata rantai antara produksi
phytoplankton utama dan produktivitas ikan. Ikan contohnya, dengan ukuran
panjang antara 50 - 200 milimeter, seperti; ikan herring juvenile dan dewasa,
smelt, stickleback, sand lance, dan ikan salem dewasa, minyak ikan, hake,
pollock, lingcod, sablefish, dan ikan hiu kecil, memperoleh bagian terbesar
gizi mereka dari zooplankton dan heterotrophs lain. Penambahan konsumen utama
ini adalah mangsa utama untuk sculpins, rockfish, ikan hiu, burung, dan paus
ballen. Di muara 4), ditemukan ikan salem muda±sungai Duwamish (dengan kedalaman memangsa gammarid amphipods yang lebih besar
dari ukuran tubuhnya. Selain itu, ikan salem juga menyukai jenis Corophium
salmonis dan Eogammarus confervicolus. Sebagai tambahan, gammarid amphipods,
dalam bentuk juvenille mengkonsumsi calanoid dan harpacticoid copepods. Merah
muda pemuda ikan salem, pada sisi lain, lebih menyukai harpacticoids yang
diikuti oleh calanoid copepods. Juvenille chinook mempercayakan kepada
gammaridean amphipods dan calanoid copepods sebagai betuk diet mereka.
Menunjukkan bahwa 85 sampai 92 % zooplankton di teluk adalah calanoid copepods.
Secara teknis, istilah zooplankton mengacu pada format hewan plankton, yang
tinggal di kolom air dan pergerakan utama semata-mata dikendalikan oleh keadaan
insitu lingkungan (current movement). Bagaimanapun, yang mereka lakukan akan
mempunyai kemampuan untuk berpindah tempat vertikal terhadap kolom air dan
boleh juga berpindah tempat secara horisontal dari pantai ke laut lepas
sepanjang yaitu musim semi dan musim panas dalam untuk mencari lokasi yang
cocok untuk pertumbuhan mereka. Migrasi vertikal menciptakan sonik lapisan menyebar
ketika zooplankton bergerak ke permukaan pada malam hari dan tempat yag
terdalam pada siang hari. Pada daerah berlumpur dengan olakan gelombang besar,
migrasi vertical zooplankton akan terhalang. Sedangkan, migrasi horisontal
musiman mengakibatkan zooplankton akan mengalami blooming (pengkayaan).
Ø
Infauna dan Epifauna Benthic
Infauna Benthic (organisma yang tinggal di sedimen) dan
epifauna (organisma yang mempertahankan hidup di sedimen) adalah suatu kumpulan
taxa berbeda-beda mencakup clam, ketam, cacing, keong, udang, dan ikan.
Sedangkan burrowers, adalah binatang pemakan bangkai, pemangsa, dan pemberi
makan/tempat makan sejumlah phytoplankton, zooplankton, sedimen, detritus dan
nutrient lainnya.
Mereka berperan penting dalam jaring makanan di pantai
berlumpur, juga bertindak sebagai konvertor untuk pembuatan bahan-bahan organik
pada tingkatan trophic lebih tinggi, sehingga menyokong peningkatan
produktivitas alam bebas (wildlife) dan ikan. Di lain pihak, ikan-ikan
demersal, neretic, dan pemangsa terestrial contohnya elasmobranchs ( ikan hiu,
skates dan manta rays-pari), flatfish dan bottomdwelling jenis lainnya;
shorebirds; mamalia laut, termasuk ikan paus dan berang-berang laut; dan
manusia. Dengan diuraikannya secara rinci bagaimana berbagai rantai makanan
terhubung ke dalam suatu jaringan makanan terpadu pada benthic community dalam
system dinamika pantai berlumpur adalah penting untuk di jawab bahwa ekosistem
pantai berlumpur ini berperan di dalam keseimbangan produktifitas primer
perairan. Zedler (1980)
Predator asli di dataran lumpur ini mencakup beberapa cacing
polychaeta seperti Glycera spp., siput bulan (Polinices, Natica) dan kepiting.
Jadi, struktur trofik dataran lumpur sering terbentuk berdasarkan dua hal,
yaitu : berdasarkan detritus – bakteri dan berdasarkan tumbuhan.
8. Fungsi Ekologis Estuaria
Secara umum
estuaria mempunyai peranan ekologis penting diantaranya sebagai berikut;
a) Sebagai sumber zat hara dan bahan
organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation);
b) Penyedia habitat bagi sejumlah
spesies hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan
tempat mencari makan;
c) Sebagai tempat untuk bereproduksi
dan atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah
spesies udang dan ikan.
Sedangkan
secara umum estuaria dimanfaatkan oleh manusia sebagai berikut:
a) Sebagai tempat pemukiman;
b) Sebagai tempat penangkapan dan
budidaya sumberdaya ikan;
c) Sebagai jalur transportasi;
d) Sebagai pelabuhan dan kawasan
industri.
9. Peran ekologis estuaria
Secara singkat peran ekologi
estuaria yang penting adalah sebagai berikut:
a) Merupakan sumber zat hara dan bahan organik bagi
bagian estuari yang jauh dari garis pantai maupun yang berdekatan denganya
lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).
b) Menyediakan habitat bagi sejumlah spesies ikan yang
ekonomis penting sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makan (feeding
ground).
c) Memenuhi kebutuhan bermacam spesies ikan dan udang
yang hidup dilepas pantai, tetapi bermigrasi keperairan dangkal dan berlindung
untuk memproduksi dan/atau sebagai tempat tumbuh besar (nursery ground) anak
mereka.
d) Sebagai potensi produksi makanan laut di estuaria yang sedikit banyak
didiamkan dalam keadaan alami. Kijing yang bernilai komersial (Rangia euneata)
memproduksi 2900 kg daging per ha dan 13.900 kg cangkang per ha pada perairan
tertentu di texas.
e) Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia
untuk tempat pemukiman
f) Tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan
g) Jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan
industry
Ada tiga
komponen fauna di estuaria yaitu komponen lautan,air tawar dan air
payau.Binatang laut stenohalin merupakan tipe yang tidak mampu
mentolerir perubahan salinitas. Komponen ini terbatas pada mulut estuaria.
Binatang laut eurihalin membentuk subkelompok kedua. Spesies ini mampu menembus
hulu estuaria. Komponen air payau terdiri atas polikaeta Nereis diversicolor,berbagai
tiram(crassostrea), kerang(Macoma balthica), siput kecil (hydrobia)
dan udang (palaemonetes). Komponen terakhir berasal dari air tawar. Organisme
ini tidak dapat mentolerir salinitas di atas 5‰ dan terbatas hulu estuaria.
Spesies yang tinggal di estuaria
untuk sementara seperti larva, beberapa spesies udang dan ikan yang setelah
dewasa berimigrasi ke laut.Spesies ikan yang menggunakan estuaria sebagai jalur
imigrasi dari laut ke sungai dan sebaliknya seperti sidat dan ikan salmon.
Jumlah
spesies yang mendiami estuaria sebagaimana yang dikemukakan Barnes (1974),pada
umumnya jauh lebih sedikit daripada yang mendiami habitat air tawar atau air
asin di sekitarnya. Hal ini karena ketidakmampuan organisme air tawar
mentolerir kenaikan salinitas dan organisme air laut mentolerir penurunan
salinitas estuaria.
10. Sifat-sifat ekologis
Sebagai tempat pertemuan air laut
dan air tawar, salinitas di estuaria sangat bervariasi. Baik menurut lokasinya
di estuaria, ataupun menurut waktu.
Secara umum salinitas yang tertinggi
berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah estuaria dengan laut,
sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di mana air tawar masuk ke
estuaria. Pada garis vertikal, umumnya salinitas di lapisan atas kolom air
lebih rendah daripada salinitas air di lapisan bawahnya. Ini disebabkan karena
air tawar cenderung ‘terapung’ di atas air laut yang lebih berat oleh kandungan
garam. Kondisi ini disebut ‘estuaria positif’ atau ‘estuaria baji garam’ (salt
wedge estuary) (Nybakken, 1988).
Akan tetapi ada pula estuaria yang memiliki kondisi berkebalikan, dan karenanya dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya pada estuaria-estuaria yang aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah gurun pada musim kemarau. Laju penguapan air di permukaan, yang lebih tinggi daripada laju masuknya air tawar ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi kadar garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir ke arah laut di bawah permukaan. Dengan demikian gradien salinitas airnya berbentuk kebalikan daripada ‘estuaria positif’.
Akan tetapi ada pula estuaria yang memiliki kondisi berkebalikan, dan karenanya dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya pada estuaria-estuaria yang aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah gurun pada musim kemarau. Laju penguapan air di permukaan, yang lebih tinggi daripada laju masuknya air tawar ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi kadar garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir ke arah laut di bawah permukaan. Dengan demikian gradien salinitas airnya berbentuk kebalikan daripada ‘estuaria positif’.
Dalam pada itu, dinamika pasang
surut air laut sangat mempengaruhi perubahan-perubahan salinitas dan pola
persebarannya di estuaria. Pola ini juga ditentukan oleh geomorfologi dasar
estuaria.
Sementara perubahan-perubahan
salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan dinamis, salinitas substrat
di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat. Substrat estuaria umumnya
berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang berasal dari sedimen yang terbawa
aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Sebabnya adalah karena pertukaran
partikel garam dan air yang terjebak di antara partikel-partikel sedimen,
dengan yang berada pada kolom air di atasnya berlangsung dengan lamban.
11. Pemanfaatan
estuaria
Secara umum estuaria dimanfaatkan
oleh manusia sebagai berikut :
• Sebagai tempat pemukiman.
• Sebagai tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan.
• Sebagai jalur transportasi.
• Sebagai pelabuhan dan kawasan industri.
• Sebagai tempat pemukiman.
• Sebagai tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan.
• Sebagai jalur transportasi.
• Sebagai pelabuhan dan kawasan industri.
12. Sisi Sosial dan Ekonomi Perairan Estuari
Wilayah pesisir
memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem
darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
yang sangat kaya.
Dari sisi
sosial-ekonomi, pemanfaatan kekayaan laut khususnya daerah estuari masih
terbatas pada kelompok pengusaha besar dan pengusaha asing. Nelayan sebagai
jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin di Indonesia.
Kekayaan
sumberdaya laut tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk
memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi untuk meregulasi
pemanfaatannya.
Akan
tetapi, kekayaan sumberdaya pesisir tersebut mulai mengalami kerusakan. Sejak
awal tahun 1990-an, fenomena degradasi biogeofisik sumberdaya pesisir semakin
berkembang dan meluas. Laju kerusakannya telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan, terutama pada ekosistem mangrove terumbu karang dan estuari
(muara sungai).
Gambar 7. Gambaran Mengenai Sisi Sosial dan Ekonomi
Perairan Estuari
Rusaknya
ekosistem saerah estuari berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan
untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat
pemijahan dan daerah asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener, dan
produktivitas tangkap udang.
Semua
kerusakan biofisik lingkungan tersebut adalah gejala yang terlihat dengan kasat
mata dari hasil interaksi antara manusia dengan sumberdaya pesisir yang tidak
memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan daya dukung lingkungannya.
Persoalan
yang mendasar adalah mekanisme pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil tidak efektif untuk memberi kesempatan kepada sumberdaya hayati pesisir
yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan sumberdaya non-hayati
disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan mengeliminir faktor-faktor yang
menyebabkan kerusakannya.
Gambar 8.
Gambaran Mengenai Kerusakan Ekosistem Estuari
13. Strategi pengelolaan ekosistem estuaria
Sebagian pihak mungkin memiliki
pengetahuan terbatas mengenai Ekosistem Estuari. Sejumlah Ekosistem Estuari
ternyata memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri. Akan tetapi ekosistem ini
ternyata juga sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan bencana alam
seperti gempa bumi, tsunami, gelombang pasang maupun pemanasan global.
Ekosistem Estuari juga berpeluang besar
untuk rusak akibat perbuatan manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, maka perlu keseimbangan antara pemanfaatan
dan pelestarian yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan dan alokasi
penataan ruang. Keterbatasan sarana dan prasarana, data dan informasi tentang
potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan terhadap Ekosistem Estuari
beserta ekologisnya perlu segera diatasi agar tingkat kesejahteraan masyarakat
pesisir meningkat.
Beberapa
aspek yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perumusan kebijakan dan
strategi penataan ruang Ekosistem Estuari adalah
Ø Daya
dukung lingkungan,
Ø Kondisi
sosial budaya,
Ø Target perencanaan yang realistis, kepastian
hukum,
Ø Letak
geografis dan kondisi geopolitik.
Dimana
Penataan ruang Ekosistem Estuari dapat dilakukan pada 4 kawasan yaitu : kawasan
pemanfaatan umum, kawasan konservasi, alur laut dan kawasan strategis nasional
tertentu. Kawasan strategis nasional tertentu dapat didefinisikan sebagai
kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis. Kawasan
strategis nasional tertentu dikembangkan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan, meningkatkan
upaya pertahanan negara, memperkuat integrasi nasional dan melestarikan fungsi
lingkungan hidup.
Sehingga pengelolaan Ekosistem Estuari harus dilakukan dengan cara : secara
ekonomi efisien dan optimal (economically sound), di mana secara sosial-budaya
berkeadilan dan dapat diterima (socio-culturally acepted and just). Dan secara
ekologis tidak melampaui daya dukung lingkungan (environmentally friendly).
Akan tetapi, kebijakan mengenai pengelolaan Ekosistem
Estuari harus berorientasi kepada kepentingan umum, bukan kepentingan perorangan
atau golongan.
B. Pengertian Pesisir Pantai
Berbagai
istilah berkaitan dengan penyebutan pantai sering digunakan secara rancu,
secara singkat diuraikan berikut ini untuk memperjelas terminologi yang dimaksud.
Suatu pantai memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Pantai
berhubungan langsung dengan laut.
2. Pantai
berkedudukan di antara garis air tinggi dan garis air rendah.
3. Pantai dapat
terjadi dari material padu, lepas atau lembek.
4. Pantai yang
bermaterial lepas dengan ukuran kerikil atau pasir disebut sebagai gisik
(beach).
5. Pantai dapat
berelief rendah (datar, berombak, atau bergelombang), namun dapat pula berelief
tinggi (berbukit atau bergunung).
6. Pantai secara
genetik dapat berasal dari bentukan marin, organik, vulkanik, tektonik,
fluviomarin, denudasional, atau solusional.
Pesisir
merupakan daerah yang membentang di pedalaman dari laut, umumnya sejauh
perubahan topografi pertama di permukaan daratan. Pesisir merupakan sebidang
lahan tidak lebar tidak tentu yang membentang dari garis pantai ke arah
pedalaman hingga perubahan besar pertama kali pada kenampakan lapangan.
Pesisir merupakan mintakat fisoografis yang relatif luas, membentang sejauh
ratusan kilometer di sepanjang garis pantai dan seringkali beberapa kilometer
ke arah pedalaman dari pantai. Pengertian lain menyebutkan pesisir
merupakan sebidang lahan yang membentang di pedalaman dari garis pesisir sejauh
pengaruh laut, yang dibuktikan pada bentuk lahannya.
Garis pesisir
adalah garis yang membentuk batas antara pesisir dan pantai. Garis
pesisir membatasi pesisir dan pantai yang kedudukannya relatif tetap, garis
pesisir akan berimpit dengan garis pantai saat terjadi pasang tertinggi atau
gelombang yang relatif besar. Untuk mengidentifikasi pesisir harus
terlebih dahulu disamakan cara pandang atau pendekatan yang digunakan
Secara geomorfologis pesisir dapat diidentifikasi dari bentuklahannya yang
secara genetik berasal dari proses marin, fluviomarin, organik, atau
aeoiomarin. Secara biologi, karakteristik pesisir dapat diketahui dari
persebaran ke arah darat biota pantai, baik persebaran vegetasi maupun
persebaran hewan pantai. Secara klimatologi, karakteristik pesisir
ditentukan berdasarkan pengaruh angin laut. Secara hidrologi,
karakteristik pesisir ditentukan seberapa jauh pengaruh pasang air laut yang
masuk ke darat.
Daerah
kepesisiran adalah suatu jalur yang kering dan ruang lautan di sekitarnya yang
pada jalur itu proses-proses daratan dan penggunaan lahan secara langsung
mempengaruhi proses-proses dan pemanfaatan lautan, dan sebaliknya. Ciri
pokok daerah kepesisiran :
1. Mencakup
komponen-komponen darat dan laut.
2. Mempunyai batas
darat dan laut yang ditentukan oleh tingkat pengaruh darat pada laut dan
pengaruh laut pada darat.
3. Memiliki lebar,
kedalaman dan ketinggian yang tidak selalu seragam.
Batas ke arah laut bagi daerah
kepesisiran adalah pada lokasi awal pertama kali gelombang pecah terjadi ketika
surut terendah. Daerah kepesisiran mencakup pesisir, pantai dan
perairan laut dekat pantai. Secara skematis pantai, pesisir dan daerah
kepesisiran nampak pada gambar berikut :
Gambar Penampang melintang daerah
kepesisiran (Snead, 1982 dalam Sunarto, 2002)
1. Beting pantai.
Pola dari
beting pantai adalah sejajar dengan pantai dan betingnya menunjukan lebar yang
bervariasi. Material pada lokasi ini terdiri dari pasir, tetapi dengan tekstur
yang lebih halus dibandingkan dengan beting dekat pantai, karena kuatnya pelapukan.
Gumuk pasir (sand dunes) adalah
bentuk lahan asal proses aktivitas angin (aeolin depositional landform), lahan
ini terbentuk jika ada material klastik dan lepas-lepas seperti pasir dan
tenaga angin yang memindahkan material tersebut. Proses ini juga dikenal
dengan deflation processes (Zuidam, 1986).
Pasir hitam terendapkan di muka
muara sungai dan oleh kombinasi ombak yang kuat dari selatan dan arus laut
terpapar di sepanjang pantai dan membentuk gisik tepi laut, suatu gisik
tepi laut terdiri dari beberapa sub zone. Daerah yang dinamakan
backshore dapat terendam pada waktu pasang laut yang tinggi dan ombak
besar. Apabila angin cukup kuat, pasir dari backshore akan terbawa secara
saltasi (meloncat), yaitu butir-butir pasir yang berganti-ganti terbang dan
jatuh ke arah darat. Penghalang kecil seperti vegetasi sudah dapat
memaksakan pengendapan butir pasir di tepi yang teduh terhadap kekuatan
angin. Dengan proses ini suatu gumuk pasir kecil akan terbentuk dan
menyebabkan pengendapan butir pasir di bagian teduh dari angin (side of the
sand leap).
Menurut Zuidam (1986) karakteristik
gumuk pasir adalah sebagai berikut : relief morfologi pendek, permukaan dengan
lereng curam dan topografi irreguler, terjadi pengangkutan pasir oleh angin,
material utama berupa pasir, tanah belum terbentuk secara nyata, air permukaan
sedikit atau cenderung tidak ada, air tanah mungkin ada, drainase sangat baik,
vegetasi atau penggunaan lahan pada dasarnya tidak ada, tapi di kaki gumuk yang
tinggi beberapa vegetasi dimungkinkan ada.
Deflasi pasir merupakan
proses geomorlogis utama di daerah gumuk pasir yang memiliki angin yang bertiup
dengan kuat. Deflasi adalah perpindahan material pasir atau debu karena
aktifitas angin. Pada
dasarnya deflasi melibatkan beberapa aspek yang berupa angin yang bertiup di
permukaan medan, material permukaan medan dan kondisi permukaan medan.
Kemampuan angin untuk mengangkut partikel pada tahap awal adalah angin yang
bersifat turbulen. Parameter angin yang mempengaruhi deflasi adalah
kepadatan, kecepatan dan arah angin bertiup.
Ekosistem
pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang
surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut.
Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat
melekat erat di substrat keras.
Daerah
paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni
oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi
kepiting dan burung pantai.
Daerah
tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni
oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan
karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
Daerah
pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh
beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
Komunitas tumbuhan
berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut
:
1.
Formasi pres caprae
Dinamakan demikian
karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea
pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini
menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput
angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah
darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan),
dan Scaeuola Fruescens (babakoan).
2.
Formasi Baringtonia
Daerah ini didominasi tumbuhan
baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia, Terminalia, Guettarda,
dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan
ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang
oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat
digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan
di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika
tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra,
Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
Secara ekologis
wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan
antara ekosistem darat dan laut, dimana batas ke arah daratan mencakup
daerah-daerah yang tergenang air dan maupun tidak tergenang air yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti : pasang surut, percikan
gelombang, angin laut dan interusi garam, sedangkan batas ke laut adalah daerah
- daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di
daratan seperti : aliran air tawar (river run off and surface run off),
sedimentasi, pencemaran dan lainnya (Clark 1996, Dahuri et al, 1996).
2. Jenis-jenis Ekosistem Pesisir
Pantai
a)
Pantai
berlumpur
Jika pantai berlumpur dilihat
dengan menggunakan foto udara kawasan delta di pantai Utara Jawa Tengah.
Kenampakan yang didapatkan meliputi rataan lumpur, dataran delta, tanggul
fluvio deltaik. Rataan lumpur ada di sepanjang aliran muara, dataran
delta muncul pada ujung-ujung muara yang menghambat aliran air sungai sehingga
muara-muaranya membentuk percabangan baru. Disamping kenampakan tersebut
terdapat tanggul fluvio deltaik dengan kenampakan yang lebih cerah tapi kadang
telah ditumbuhi vegetasi sehingga tidak begitu tampak nyata. Tidak dapat
diidentifikasi rataan pasutnya, karena foto yang ada merupakan waktu yang
bersamaan. Delta yang terbentuk memanjang, menandakan bahwa energi
darat lebih kuat dari pada energi gelombang maupun pasut. Arti penting
delta diantaranya adalah merupakan gerbang perpindahan species aquatik,
terutama dalam menjalani siklus reproduksi. Merupakan tempat berlindung,
bertelur dan membesarkan anak. Merupakan area yang kaya nutrisi, banyak jenis
tumbuhan marin dan pantai. Daerah estuarinya memiliki produktivitas yang
tinggi dalam menunjang perikanan. Merupakan daerah yang kaya mineral dan
minyak.
Pantai berlumpur banyak terbentuk
pada kawasan yang landai dan sering berasosiasi dengan ekosistem mangrove dan
lamun. Kadang sulit dibedakan antara pantai berlumpur dengan pantai berpasir
landai, karena pantai berpasir landai cenderung tersusun oleh pasir halus yang
dapat bercampur lumpur.
b)
Pantai
berpasir :
Pada foto udara dari arah laut
tampak warna hitam disusul segaris warna putih yang merupakan kenampakan ombak
pecah dan disusul dengan kenampakan abu-abu yang merupakan pasir basah. Semakin ke atas kenampakan bergradasi menjadi warna abu-abu cerah.
terdiri dari bura, gisik, beting gisik, swalle. Bura terdapat langsung di
sekitar batas warna putih (hempasan ombak), disusul gisik dengan kenampakan
abu-abu cerah, merupakan area terbuka dengan arah memanjang berbatasan dengan
beting gisik. Gisik berbatasan dengan beting gisik dan swalle yang
tersusun di jalur berikutnya ke arah darat, dengan kenampakan abu-abu cerah
hingga keputih-putihan. Pada jalur berikutnya kadang terbentuk
gumuk-gumuk pasir yang merupakan hasil aktifitas marin-aeolin. Kenampakan
abu-abu cerah, tapi tidak selalu demikian karena kadang telah ditumbuhi
vegetasi.
Sebagian besar
pantai di wilayah tropis adalah pantai berpasir. Pantai berpasir secara
ekologis penting sebagai habitat dari berbagai macam organisme, termasuk
kepiting dan burung, dan pada beberapa lokasi berfungsi sebagai tempat bertelur
bagi penyu. Pantai berpasir dapat memiliki nilai ekonomi yang tinggi, karena
banyak dari pantai ini merupakan kawasan rekreasi yang penting.
Pantai berpasir
juga banyak digunakan oleh perahu-perahu ikan dan berbagai aktivitas perikanan
sebagai landasan (base) atau lokasi kegiatan. Minyak umumnya akan terakumulasi
pada permukaan sedimen di kawasan antara-pasang-surut (intertidal), dan dapat
menimbulkan dampak pada organisme –organisme termasuk burung-burung dan penyu
yang mendarat di pantai.
Minyak juga
dapat masuk kedalam lapisan bawah permukaan, tingkat penetrasi ini dipengaruhi
oleh ukuran butir sedimen, tingkat penterasi air, kekentalan minyak, dan
keberadaan lubang jejak-jejak jalan kepiting atau cacing.
Penetrasi
minyak kedalam pasir kuarsa lebih besar dibanding pasir halus, sementara
kemungkinan penetrasi minyak kedalam sedimen yang memiliki lubang jalan air
lebih kecil dibanding sedimen yang kering. Minyak ringan dapat melakukan
penetrasi dengan mudah, sedang minyak yang kental cenderung tetap berada pada
permukaan.
Minyak yang
masuk kedalam lubang jejak-jejak jalan kepiting atau cacing dapat mengakibatkan
dampak kematian pada kepiting atau cacing yang hidup dalam lubang-lubang
tersebut. Minyak yang tetap berada pada atau sekitar permukaan pasir dan minyak
yang terkena aksi gelombang yang besar tidak akan tinggal pada pantai berpasir
dalam jangka waktu lama, namun minyak yang berada di lapisan bawah pemrukaan
dapat tetap tinggal hingga beberapa tahun, kecuali dibersihkan secara mekanis.
Sedimen minyak
yang terangkat dari permukaan pantai berpasir oleh aksi gelombang dapat terbawa
dan terendapkan pada kawasan yang lebih kearah lepas pantai, dimana minyak
dapat memberi dampak pada organisme di dasar perairan. Kandungan minyak
hidrokarbon pada daging kerang telah terdeteksi dari beberapa kasus tumpahan
minyak, khususnya pada kawasan teluk yang landai.
Dampak ini
cenderung tidak terjadi pada pantai yang terbuka, dimana sedimen terkontaminasi
minyak dapat tersebar dan terendapkan dalam lingkungan kawasan yang lebih luas.
Karakteristik pantai berpasir
1.
Kebanyakan terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan
paling keras sisa-sisa pelapukan batu di gunung.
2.
Dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut
partikel-partikel yang halus dan ringan.
3.
Total bahan organik dan organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya.
4.
Pantai
berpasir didominasi oleh 3 kelas invertebrate :
-
Cacing
Polikaeta
-
Moluska
Bivalvia
-
Rustasea
Fungsi
pantai berpasir
1.
Tempat
beberapa biota meletakkan telurnya
2.
Tidak dapat menahan air dengan baik karena sedimennya yang kasar akibatnya
lapisan permukannya menjadi kering sampai sedalam beberapa cm di bagian atas
pantai yang terbuka terhadap matahari pada saat pasang surut.
Parameter
Lingkungan
1.
Pola arus yang akan mengankut pasir yang halus
2.
Gelombang yang akan melepaskan energinya di pantai
3.
Angin yang juga merupakan pengangkut pasir.
c)
Pantai
berbatu
Pantai berbatu adalah pantai dengan
tebing cliff, sehingga karena adanya tenaga gelombang sebagian tebing tersebut
runtuh dan terbawa kembali ke arah pantai sehingga membentuk pantai dengan
serpihan batu karang.
Pantai berbatu
dapat tersusun dan batuan keras atau kumpulan batu besar atau kerikil. Pantai
berbatu di huni oleh banyak spesies alga dan binatang tak bertulang belakang
(invertebrata).
Binatang
invertebrata ini menghasilkan sejumlah besar telur dan larva yang masuk kedalam
perairan dekat pantai, yang selanjutnya merupakan bagian dari sumber makanan
bagi ikan-ikan hias. Kotoran-kotoran dari alga juga masuk kedalam rantai
makanan dari sistem perairan dekat pantai.
Ikan-ikan dapat
mencari makan secara langsung pada pantai berbatu saat air pasang, sementara
burung laut mencari makan pada pantai berbatu saat air surut. Pantai berbatu
yang relatif jauh ke arah laut dapat merupakan lokasi tempat bertelur yang
penting bagi burung laut. Beberapa spesies pada pantai berbatu (seperti mussels
dan rocky oyster), merupakan sumber makanan bagi masyarakat pesisir.
Banyak pantai
berbatu di wilayah tropis terdiri atas karang atau jenis batuan gamping lainnya
yang memiliki lubang-lubang dan celah-celah yang dalam. Minyak cenderung
memiliki waktu tinggal yang relatif lama pada pantai berbatu dengan kondisi
tersebut, dan hal ini akan menyulitkan operasi pembersihan.
3)
Makhluk Hidup Penghuni Ekosistem Pantai
Adapun makhluk yang hidup pada Ekosistem pantai terbagi menurut pasang
surut air laut yaitu :
a. Pada
daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini
dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi
bagi kepiting dan burung pantai.
b. Pada
daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini
dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora
dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil.
c. pada
daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni
oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
d. Pantai
juga memiliki ekosistem – ekosistem yang spesifik dan khas, seperti terumbu
karang, padang lamun dan hutan mangrove.
4)
Manfaat
Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai memilik manfaat bagi kehidupan manusia yaitu :
a.
Sebagai penyedia sumberdaya alam seperti mangrove, terumbu karang, padang
lamun, perikanan serta diversitas flora & fauna (wildlife)
b.
Penerima limbah ;
-
Limbah industri/pabrik ; timah, merkuri, tembaga, kadmilan
-
Limbah pertambangan ; minyak, batu bara, merkuri yang merupakan batu bara
hitam yang dapat mencemari lingkungan perairan.
-
Limbah pemukiman penduduk
-
Limbah Pertanian
-
Limbah perikanan
c.
Penyedia
jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services)
d.
Penyedia
jasa-jasa kenyamanan (amenity services). Yang menyediakan beranekaragam ruang yang segar, nyaman dan murah untuk
melakukan kegiatan seperti :
1)
Olah raga pantai, yang meliputi : bola volley pantai, selancar (surfing),
motor boating sport, parasailing & layang gantung by boat dan
sebagainya.
2)
Melakukan kegiatan budidaya laut (marine culture) seperti : budidaya
rumput laut (Eucheuma cottonii, E, spinosum dan Gracilaria lechinoides),
kerang (Cassostrea sp, Pinctada maxima & Tridacna gigas)
sebagai penghasil mutiara, karang-karang hias (artificial reef transplantasi),
ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis), kakap merah (Lutjanus
johni), bandeng (Chanos chanos), udang windu (Penaeus monodon
& P, merguensis), kuda laut (Hippocampus spp) dan sebagainya.
3)
Menyediakan ruang dengan kualitas yang baik, segar dan murah untuk mandi
& berenang
4)
Wilayah pesisir mempunyai nilai dalam menunjang kehidupan umat manusia
dalam kehidupan keagamaan (religius). Manfaat lainnya yaitu sebagai
tempat beberapa biota meletakkan telurnya
5) Dampak Negatif dari Kegiatan Manusia pada Kelestarian Ekosistem Pantai
Sampah
merupakan salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah
domestic. Menurut jenisnya sampah dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Sampah organik,
yaitu sampah yang terdiri dari bahan – bahan yang bisa terurai secara
alami/biologis, seperti sisa – sisa makanan, kulit buah atau sayuran.
2. Sampah
nonorganik, yaitu sampah yang terdiri dari bahan – bahan yang sulit terurai
secara alamiah/biologis sehingga penghancurannya membutuhkan penanganan lebih
lanjut, seperti plastic dan sterofoam
3. Sampah B3
(bahan berbahaya dan beracun), yaitu sampah yang terdiri dari bahan – bahan
berbahaya dan beracun, seperti sisa bahan kimia yang mudah meledak, mudah
bereaksi terhadap oksigen, korosit atau menimbulkan karat dan beracun.
4. Dampak buruk
buangan sampah ke laut ini sepertinya lebih terletak pada masalah keindahan,
akan tetapi sebenarnya, sampah ini pun mempunyai pengaruh besar terhadap
kehidupan laut. Sampah – sampah tersebut mengapung di lautan dan akhirnya
terdampar di pantai. Bahan yang lebih berat akan tenggelam ke dasar laut dan
berpengaruh terhadap komunitas bentos. Makhluk hidup laut juga terganggu oleh
sampah – sampah yang tenggelam.
5. Banyak kawasan
pesisir yang sudah mulai tercemar, terutama dipenuhi oleh sampah – sampah. Hal
ini jelas sangat merugikan secara ekonomi, karena disamping penggunaan kawasan
pesisir dan laut sebagai area pariwisata dan rekreasi, namun kerugian juga
menimpa nelayan yang hasil tangkapannya berkurang. Selain itu, yang paling
utama, dampakanya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia yang sering
dilupakan.
6. Sampah – sampah
yang banyak terapung di laut dapat terbawa ke tepi oleh ombak maupun arus laut.
Kemudian pada saat surut, sampah – sampah tersebut akan tertinggal di antara
biota – biota daerah terumbu karang, ataupun tertimbun pasir pantai. Timbunan
sampah – sampah ini kadang dihanyutkan kembali aleh ombak dan arus laut,
sehingga pantai ataupun biota yang tertempel dapat bersih kembali. Tetapi terkadang
ketika penghanyutan kembali, sampah – sampah tersebut tidak terbawa semua,
bahkan kadang bertambah banyak sehingga akhirnya terjadi kebusukan di lokasi
tersebut. Hal ini ditinjau dari segi estetika maupun efek biologisnya jelas
sangat merugikan.
7. Dalam usaha
perikanan selain menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga ikut
berperan dalam menghasilkan limbah. Limbah yang dominan dari usaha perikanan
adalah limbah dan pencemaran yang berupa limbah cair yang membususk sehingga
menghasilkan bau amis/busuk yang sangat mengganggu estetika lingkungan. Limbah
yang dihasilkan dari industri pengolahan hasil perikanan umumnya dapat
digolongkan menjadi :
a. Limbah padat : basah dan kering
b. Limbah cair
c. Limbah sampingan
d. Limbah padat
basah yaitu berupa potongan – potongan ikan yang tidak dimanfaatkan. Limbah ini
berasal dari proses pembersihan ikan sekaligus mengeluarkan isis perutnya yang
berupa jerohan dan gumpalan – gumpalan darah. Selain itu limbah ini juga
berasal dari proses cleaning, yaitu membuang kepala, ekor, kulit dan bagian
tubuh ikan yang lain, seperti sisik dan insang.
e. Limbah padat kering berupa sisa/potongan karton kemasan, plastic, kertas,
kaleng, tali pengemas, label kemasan dan potongan sterofoam dan sebagainya.
Kondisi limbah ini dapat dalam keadaan bersih (belum terkontaminasi oleh bahan
lain) maupun sudah terkontaminasi bahan lain seperti ikan/udang, bahan pencuci
produk, darah dan lendir ikan.
f. Adanya limbah tersebut menimbulkan masalah yang serius terhadap lingkungan
bila tidak dikelola dengan baik. Permasalah yang mungkin timbul adanya bau amis
yang disertai bau bususk karena proses pembusukannya sehingga mengundang
datangnya berbagai vector penyakit diantaranya adalah lalat dan tikus.
g. Limbah cair
berupa sisa cucian ikan/udang, darah dan lender ikan, yang banyak mengandung
minyak ikan sehingga menimbulakan bau amis yang menyengat. Limbah cair juga
berasal dari sanitasi dan toilet pada lokasi usaha tersebut.
h. Limbah sampingan
berupa jenis – jenis ikan hasil tangkapan yang tidak/kurang ekonomis untuk
diolah lanjut sehingga kemudian dibuang ke laut tanpa melaui IPAL (instalasi
pengolahan air limbah). Biasanya ini biasa dilakukan oleh pengolahan
tradisional yang dilaksanakan dirumah – rumah yang berlokasi di pinggir pantai,
ataupun di atas permukaan air laut.
i. Dan juga limbah dari tumpahan minyak, yang disengaja maupun tidak
merupakan sumber pencemaran yang sangat membahayakan. Tumpahan minyak kelaut
berasal dari kapal tenker yang mengalami tabrakan atau kandas atau berasal dari
proses yang disengaja seperti pencucian tangki balas, transfer minyak
antarkapal maupun kelalaian awak kapal. Komponen minyak yang tidak larut
didalam air akan mengapung pada permukaan air laut sehingga menyebabkan air
laut berwarna hitam. Beberapa komponen akan tenggelam dan terakumulasi didalam
sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan – batuan di pantai.
Pencemaran dari tumpahan minyak ini menimbulkan pengaruh yang luas terhadap
hewan dan tumbu – tumbuhan yang hidup di perairan, dimana menghancurkan hewan
dan tumbuh – tumbuhan yang hidup di batu – batuan dan pasir di wilayah pantai,
juga termasuk area mangrove.
j. Kejadian minyak tumpah dapat merusak lingkunagndalam beberapa aspek,
diantaranya :
1. Pertukaran gas
dan oksigen dari laut ke atmosfer akan terhambat dengan adanya lapisan minyak
di permukaan air laut
2. Kematian
terumbu karang akibat minyak yang menempel pada permukaan
3. Lapisan licin
dari minyak akan mempengaruhi burung laut dan binatang laut lainnya bahkan
sering mematikan
4. Akumulasitar di
pantai sangat terganggu dan merusak potensi turisme dan daerah pantai.
6) Penanggulangan Pencemaran pada Ekosistem Pantai
Tidak semua efek dari pembuangan sampah ke laut buruk. Pada kasus
pembuangan sampah berupa kerangka mobil bekas, ban roda atau bahan karung dapat
turun kedasar laut dan menjadi habitat buatan untuk organisme laut. Binatang –
binatang laut dapat tinggal didalam atapun berada didekat struktur. Keberadaan
habitat buatan ini dapat mempengaruhi perubahan lokal pada habitat dan
distribusi ikan disekitar lokasi tersebut. Untuk itu diperlukan kegiatan
memilah – memilah sampah, organik dan anorganik atau sampah yang masih bisa
dimanfaatkan kembali.
Mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam pengendalian pencemaran
laut dapat dilakukan melalui penerapan 4R : reduce, reuse, recycle, dan replant
dalam upaya mengurangi terjadinya pencemaran laut. Selain itu, penerapan
tersebut dapat juga digunakan sebagai sumber alternatif pendapatan keluarga
bagi masyarakat pesisir, seperti pengolahan sampah menjadi kertas daur ulang
atau pupuk kompos, sedangkan limbah atau sisa pemanfaatan ikan dapat diolah
menjadi makan ikan, pembuatan kerupuk, terasi atau produk makanan lainnya.
Upaya penanggulangan pencemaran laut akibat sampah dapat juga dilakukan
dengan Gerakan Bersih Pantai dan Laut. Pembersihan sampah dilakukan pada
wilayah/ daerah aliran sungai, muara, pantai dan laut, serta pemukiman
masyarakat pesisir dan kemudian memisahkannya menjadi sampah organik dan non
organik. Hal ini dilakukan secara periodik dengan mengerahkan komponen masa,
dari kelompok anak – anak sekolah dasar hingga mahasiswa, organisasi pemuda,
nelayan, pembudidaya ikan, masyarakat umum, serta segenap organisasi –
organisasi dan partai akan cukup efektif sebagai media informasi, disamping
tindakan nyata yang dilakukan, kepada masyarakat akan pentingnya lingkungan
yang bersih dan sehat, termasuk juga lingkungan pesisir dan laut.
Bentuk kampaye dan penyebarluasan informasi mengenai pencemaran pesisir dan
laut harus selalu digalakan terhadap seluruh masyarakat, berikut berbagai aspek
yang terkait dengan bahayanya, seperti dengan mengurangi limbah plastik,
mengurangi limbah B3, menggunakan bahan ramah lingkungan, menjaga kebersihan
pantai dan laut terutama dari sampah non organik agar mengurangi beban nelayan
karena dirugikan oleh adanya limbah terutama sampah.
Sedangkan pembersihan pantai akibat limbah dari tumpahan minyak, dimana
pantai merupakan wilayah yang berhubungan langsung dengan manusia, sehingga
pembersihan tumpahan minyak menjadi suatu keharusan yang dituntut oleh banyak
pihak. Secara umum
ada tiga metode yang dapat dipakai untuk membersihkan minyak yaitu :
1. Pembersihan
secara fisik, dengan cara menyapu/mengangkut material pantai yang terkena
minyak. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat grader, buldoser, front
loader atau jika skalanya kecil dapat dengan menggunakan sekop dan
keranjang. Penggunaan alat berat kadang menyebabkan sejumlah bessar pasir
terangkut.
Untuk daerah pantai berbatu pembersihannya lebih suoit dilakukan karena
tumpahan minyak dapat masuk kesela – sela batu dan teresap sampai ke dalam pori
– pori batu. Sehingga untuk kasus – kasus tertentu, dibiarkan saja merupakan
langkah yang baik. Pembersihan minyak yang ada pada batu dapat menggunakan alat
high pressure water jets atau dengan steam. Cara ini memang
menghilangkan minyak tetapi berpengaruh juga pada organisme yang hidup di batu.
Penggunaan absorben juga telah di gunakan dengan menyebarkan absorben ke
lokasi tumpahan minyak untuk menghalangi penyebaran minyak lebih luas dan
kerusakan lebih lanjut. Namun langkah ini tidak begitu berhasil, karena hanya
menyerap minyak seberat absorben itu sendiri sehingga memerlukan jumlah
absorben yang besar.
2. Dispersan, ada
dua fungsi penggunaan dispersan, yaitu dispersan dengan konsentrasi rendah
digunakan untuk mencegah minyak masuk ke dalam pantai (disebarkan pasang surut)
dan digunakan untuk pembersihan tumpahan minyak. Namun penggunaan dispersan
malah menyebabkan kerusakan lain, yaitu dispersan terlalu masuk kedalam
material pasir daripada tersebar ke arah laut. Ditambah sifak toksisitas dari
dispersan sendiri membawa pengaruh buruk terhadap ekosistem sekitar.
3. Pembakaran dan
Pemotongan, pembakaran merupakan pilihan yang memungkinkan dalam upaya
membersihkan tumpahan minyak di pantai. Tetapi pembakaran di pantai yang dekat
dengan populasi manusia dan organisme lain akan membawa dampak yang lebih
basar. Pemotongan tumbuhan yang tekena minyak bisa dilakukan untuk mengurangi
pengaruhnya pada perkembangan tumbuhan. Tetapi hal ini juga tidak dapat
dilakukan secara besar – besaran, karena akan dapat merusak ekosistem secara
keseluruhan.
Pembuangan
Material akibat Tumpahan Minyak, pembersihan tumpahan minyak tidaklah cukup
tapi juga harus dilakukan pembuangan material yang terkena tumpahan minyak,
misalnya rumput laut, tumbuhan, hewan, pasir, lumpur dan sampah lainnya. Jika
sampah dan material yang terkena minyak tersebut ditimbun di suatu tempat, maka
dikhawatirkan akan mencemari tanah. Namun biasanya sampah ini digunakan sebagai
land fill, dengan catatan perlu diperhatikan juga saluran drainase untuk
leachetenya, sehingga tidak mencemari tanah.
Metode lain adalah, membiarkannya pada tempat
terbuka sampai beberapa minggu. Kemudian akan oksigen. Kelembapan. Dan nutrien
yang cukup akan menyebabkan minyak terbiodegradasi.
Solusi secara
garis besar, haruslah dimulai dari pemerintah, walaupun yang mencemari
lingkugan adalah rakyat bukan pemerintah. Pemerintah bekerjasama dengan
pengusaha, karena dengan adanya pabrik – pabrik dapat mendukung anggaran
pembelanjaan daerah yang salah satunya merupakan hal yang harus dipenuhi.
Sehingga, pemerintah seharusnya mengambil jalan tengah yang bijaksana jika
pemerintah mewajibkan tiap – tiap pabrik harus mempunyai filter atau penyaring
terhadap limbah yang dihasilkannya, yang sekarang lazim di sebut IPAL
(Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Sehingga air limbah yang tercemar itu tidak
langsung menuju ke air yang merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang
ada di sekitarnya termasuk manusia.
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Estuaria adalah wilayah pesisir semi
tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan
air tawar dari daratan.
Dengan kondisi lingkungan fisik yang
bervariasi dan merupakan daerah peralihan antara darat dan laut, estuaria
mempunyai pola pencampuran air laut dan air tawar yang tersendiri.
Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan
ekosistem produktif karena:
1. Estuaria yang berperan sebagai jebak
zat hara yang cepat di daur ulang;
2. Proses fotosintesis berlangsung
sepanjang tahun;
3. Adanya fluktuasi permukaan air.
Bagi
organisme, agar dapat hidup
bisa krimkan buat aku panduan untuk mengidentifikasi jenis ikan di daerah estuari...?
BalasHapus